13 November, 2008

Antara Fikih dan Syariat Islam

Pengantar Redaksi:

Banyak cara yang dilakukan oleh orang-orang Barat kafir untuk menghancurkan Islam. Salah satunya adalah dengan membedakan istilah fikih dengan syariat. Fikih dianggap relatif dan nisbi, sedangkan syariat dianggap mutlak dan permanen. Fikih dianggap tak lebih sebagai interpretasi manusia atas syariat—yang banyak dipengaruhi oleh latar belakang ideologi dan kondisi sosio-psikologisnya—dan bukan syariat itu sendiri. Dengan kata lain, syariat adalah hukum Tuhan, yang hanya Tuhan sendirilah yang paham, sedangkan fikih sekadar penafsiran manusia atas hukum Tuhan itu, yang bisa berbeda-beda dan beraneka ragam. Itulah beberapa pemahaman dari sebagian kaum Muslim yang sudah ter-Barat-kan dalam memandang fikih dan syariat Islam. Betulkah demikian?

Telaah Kitab kali ini bermaksud meluruskan kembali makna fikih dan syariat, dengan merujuk pada penjelasan yang ada dalam kitab, Asy-Syakhshiyyah al-Islâmiyyah, jilid III, karya Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, di samping yang terdapat dalam beberapa kitab ushul fikih karya para ulama yang lain. Selamat membaca!


Pemahaman Keliru Tentang Fikih dan Syariat Islam

Pertama, fikih dianggap sebagai hukum syariat yang bisa berubah-ubah sesuai dengan kondisi, waktu, dan tempat. Di antara argumentasi yang dijadikan dalih untuk mendukung anggapan ini adalah adanya qawl qadîm dan qawl jadîd-nya Imam asy-Syafi‘i serta adanya perbedaan fatwa hukum yang dikeluarkan oleh para ulama dalam kasus yang sama pada tempat, kondisi, dan waktu yang berbeda. Kenyataan ini dianggap sebagai bukti bahwa fikh bisa berubah karena perubahan tempat, kondisi, dan waktu.

Kedua, fikih dianggap berbeda dengan syariat. Fikih digali dari nash yang dzanni, bisa disesuaikan dengan kondisi dan fakta, sedangkan syariat digali dari dalil yang qath‘i. Pemahaman fikih semacam ini telah menempatkan fikih pada kondisi interpretasi (on interpretation), sedangkan syariat pada kondisi nir-interpretasi. Bahkan, sebagian orang menganggap syariat itu hanya diketahui oleh Allah Swt., sedangkan manusia hanya mengetahui fikih belaka. Karena itu, jargon penerapan syariat Islam yang dipropagandakan sebagian gerakan Islam mereka anggap sebagai propaganda dangkal yang tidak sejalan dengan akal sehat. Menurut mereka, yang benar adalah menerapkan fikih Islam bukan menerapkan syariat Islam. Sebab, masih menurut mereka, kebenaran syariat itu bersifat mutlak, dan hanya diketahui oleh al-Khaliq. Atas dasar itu, perjuangan menerapkan syariat Islam sama artinya dengan memperjuangkan sesuatu yang tidak mungkin bisa dilakukan oleh manusia.

Ketiga, dari sisi metodologi, sebagian orang menganggap bahwa fikih sah-sah saja digali berdasarkan fakta, kondisi, dan momentum yang sedang berkembang. Lebih dari itu, muncul anggapan bahwa dalil untuk masalah fikih tidak harus didasarkan pada dalil-dalil syariat. Fikih bersifat fleksibel dan dinamis, tidak sebagaimana syariat. Akibatnya, perkara yang sudah jelas hukumnya bisa diinterpretasi ulang berdasarkan realitas dan kenyataan. Misalnya, keharaman kepemimpinan wanita dalam institusi negara bisa diubah menjadi halal–dengan dalih fikih—sesuai dengan konteks realitas dan kepentingan politik. Anggapan semacam ini telah mereduksi fikih pada tataran yang sangat rendah, bahkan cenderung melecehkan fikih itu sendiri. Sebab, mereka telah mensejajarkan fikih dengan pendapat yang lahir dari hawa nafsu dan kepentingan politik. Lahirlah kemudian, ‘fikih realitas’ (fiqh al-wâqi‘), ‘fikih keseimbangan’ (fiqh al-muwâzanah), ‘fikih gerakan’, dan sebagainya, yang digali berdasarkan realitas dan kenyataan, serta menggunakan metodologi istinbâth (penggalian hukum) yang serampangan. Akhirnya, fikih Islam hanya digunakan sebagai penjustifikasi fakta rusak yang bertentangan dengan syariat Islam.

Inilah beberapa anggapan keliru mengenai fikih dan syariat. Anggapan seperti di atas hamper telah menjadi mainstream berpikir mayoritas kaum muslim. Ironisnya, asumsi-asumsi salah di atas justru digulirkan oleh sebagian kaum Muslim dengan dalih ‘pencerahan dan pembaruan’ agama. Padahal, yang terjadi bukanlah pencerahan dan pembaruan, tetapi pembusukan dan penggerusan Islam.

Sudah semestinya kita meletakkan kembali garis lurus di antara garis-garis yang bengkok agar umat selalu berjalan di atas jalan yang lurus dan benar, dan agar mereka tidak mudah berpaling pada propaganda-proganda murahan.


Menelusuri Kembali Makna Fikih dan Syariat

Al-Ghazali berpendapat bahwa secara literal, fikih (fiqh) bermakna al-‘ilm wa al-fahm (ilmu dan pemahaman). (Imam al-Ghazali, Al-Mustashfâ fî ‘Ilm al-Ushûl, hlm. 5. Lihat juga: Imam al-Razi, Mukhtâr ash-Shihâh, hlm. 509; Imam asy-Syaukani, Irsyâd al-Fuhûl, hlm. 3; Imam al-Amidi, Al-Ihkâm fî Ushûl al-Ahkâm, I/9). Sedangkan menurut Taqiyyuddin al-Nabhani, secara literal, fikih bermakna pemahaman (al-fahm). (Taqiyyuddin an-Nahbani, Asy-Syakhshiyyah al-Islâmiyyah, III/5).

Sementara itu, secara istilah, para ulama mendefinisikan fikih sebagai berikut:

1. Fikih adalah pengetahuan tentang hukum syariat yang bersifat praktis (‘amaliyyah) yang digali dari dalil-dalil yang bersifat rinci (tafshîlî). (An-Nabhani, ibid., III/5).
2. Fikih adalah pengetahuan yang dihasilkan dari sejumlah hukum syariat yang bersifat cabang yang digunakan sebagai landasan untuk masalah amal perbuatan dan bukan digunakan landasan dalam masalah akidah. (Al-Amidi, op.cit., I/9).
3. Fikih adalah ilmu tentang hukum-hukum syariat yang digali dari dalil-dalil yang bersifat rinci. (Asy-Syaukani, op.cit., hlm.3).

Sedangkan syariat/syariah (syarî‘ah) didefinisikan oleh para ulama ushul sebagai berikut:

1. Syariat adalah perintah Asy-Syâri‘ (Pembuat hukum) yang berhubungan dengan perbuatan-perbuatan hamba dan berkaitan dengan iqtidhâ‘ (ketetapan), takhyîr (pilihan), atau wadh‘i (kondisi) (khithâb asy-Syâri‘ al-muta‘allaq bi af‘âl al-‘ibâd bi al-iqtidhâ‘ aw al-takhyîr, aw al-wadl‘i (An-Nabhani, op.cit., III/31).
2. Syariat adalah perintah Asy-Syâri‘ (Pembuat hukum) yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf (khithâb asy-Syâri‘ al-muta‘allaq bi af‘âl al-mukallafîn. (Al-Amidi, op.cit.)
3. Syariat adalah perintah Asy-Syâri‘ (Pembuat hukum) yang berhubungan dengan perbuatan-perbuatan hamba (khithâb asy-Syâri‘ al-muta‘allaq bi af‘âl al-‘ibâd (Al-Amidi, ibid., I/70-71).
4. Syariat adalah perintah Asy-Syâri‘ (Pembuat hukum) yang berhubungan dengan perbuatan-perbuatan mukallaf dan berkaitan dengan iqtidhâ‘ (ketetapan), takhyîr (pilihan), atau wadh‘i (kondisi) (khithâb asy-Syâri‘ al-muta‘allaq bi af‘âl al-‘ibâd bi al-iqtidhâ‘ aw al-takhyîr, aw al-wadl‘i. (Asy-Syaukani, op.cit., hlm. 7).

Dari penjelasan di atas, kita dapat menyimpulkan, bahwa fikih dan syariat adalah dua sisi yang tidak bisa dipisah-pisahkan meskipun keduanya bisa dibedakan. Keduanya saling berkaitan dan berbicara pada aspek yang sama, yakni hukum syariat.

Fikih adalah pengetahuan terhadap sejumlah hukum syariat yang digali dari dalil-dalil yang bersifat rinci. Sedangkan syariat adalah hukum Allah yang berlaku pada benda dan perbuatan manusia. Menurut Imam al-Ghazali, fikih mencakup kajian terhadap dalil-dalil dan arah yang ditunjukkan oleh dalil (makna), dari tinjauan yang bersifat rinci. Contohnya, penunjukkan sebuah hadis pada makna tertentu, misalnya nikah tanpa wali secara khusus. (Al-Ghazali, op.cit., hlm. 5). Sedangkan hukum syariat adalah perintah Asy-Syâri‘ yang berhubungan dengan perbuatan hamba, baik dengan iqtidhâ‘, takhyîr, maupun wadh‘i.

Baik fikih maupun syariat harus digali dari dalil-dalil syariat: al-Quran, Sunnah, Ijma Shahabat, dan Qiyas. Keduanya tidak boleh digali dari fakta maupun kondisi yang ada. Keduanya juga tidak bisa diubah-ubah maupun disesuaikan dengan realitas yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Sebaliknya, realitas masyarakat justru harus disesuaikan dengan keduanya.


Syariat dan Fikih Harus Ditetapkan Berdasarkan Dalil Syariat

Kesalahan anggapan pertama.

Tidak benar jika dinyatakan bahwa fikih bersifat fleksibel dan bisa disesuaikan dengan kondisi, tempat, dan waktu; sedangkan syariat tidak. Sebab, baik fikih maupun syariat adalah hukum yang digali (di-istinbâth) dari dalil-dalil syariat untuk menghukumi sebuah fakta. Dengan kata lain, fikih dan syariat harus ditetapkan berdasarkan dalil syariat (al-Quran, Sunnah, Ijma Sahabat, dan Qiyas), bukan didasarkan pada kenyataan. Fikih dan syariat harus lahir melalui proses penggalian (istinbâth) terhadap dalil, bukan lahir dari fakta dan kenyataan yang ada.

Perbedaan fatwa dan pendapat yang dikeluarkan oleh Imam Syafi‘i dalam kasus yang sama karena adanya perbedaan tempat dan kondisi tidak serta-merta menunjukkan bahwa beliau telah menjadikan fakta dan kondisi sebagai mashdar al-hukm (sumber hukum), tetapi harus dipahami bahwa hakikat permasalahannya berbeda, tidak sama persis. Akibatnya, hukum yang ditetapkan untuk fakta tersebut adalah berbeda. Bahkan, Imam Syafi‘i sendiri telah mengkritik dengan keras siapa saja yang berdalil dengan istihsân. Beliau menyatakan, “Siapa saja yang melakukan istihsân (menetapkan hukum berdasarkan fakta), maka ia telah membuat syariat, dan siapa saja yang telah nmembuat syariat, maka sesungguhnya ia telah kafir.”


Kesalahan anggapan kedua.

Fikih memang berbeda dengan syariat, tetapi substansi pembahasannya adalah sama, yakni hukum. Dengan kata lain, baik fikih dan syariat sama-sama harus lahir dari dalil syariat, bukan dari fakta atau realitas yang ada. Pendapat yang menyatakan bahwa fikih bisa disesuaikan dengan fakta harus ditolak. Sebab, sumber dari fikih adalah al-Quran, Sunnah, Ijma Sahabat, dan Qiyas. Namun demikian, tatkala seorang fakih hendak menghukumi sebuah fakta, ia tidak cukup hanya memahami nash-nash syariat belaka, tetapi juga harus memahami realitas. Ini ditujukan agar hukum dan realitas yang dihukumi sesuai dan sejalan.

Anggapan bahwa syariat hanya diketahui oleh Allah Swt. saja adalah anggapan yang sangat keliru dan dangkal. Bahkan, asumsi semacam ini telah menunjukkan bahwa orang tersebut tidak memahami fikih dan syariat secara mendalam. Sebab, dalam banyak ayat al-Quran, Allah Swt. telah memerintahkan kaum Muslim untuk berhukum dengan hukum Allah (syariat). Lantas, bagaimana mungkin Allah Swt. memerintahkan kepada kita sesuatu yang kita sendiri tidak bisa memahaminya? Mahasuci Allah dari kesia-siaan. Allah Swt. berfirman:

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

Siapa saja yang tidak berhukum dengan apa saja yang diturunkan Allah, mereka adalah orang-orang kafir. (QS al-Maidah [5]: 44).

فَلاَ وَرَبِّكَ لاَ يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

Demi Tuhanmu, mereka pada hakikatnya tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara apa saja yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerimanya dengan sepenuhnya. (QS an-Nisa’ [4]: 65).

Karena itu, propaganda penerapan syariat Islam adalah propaganda benar dan perjuangan yang realistis, tidak utopis.


Kesalahan anggapan ketiga.

Dari sisi metodologis (istinbâth), syariat harus digali dari al-Quran, Sunnah, Ijma Sahabat, dan Qiyas. Syariat tidak boleh lahir dari fakta atau bisa dipengaruhi dan disesuaikan dengan kondisi yang ada. Karena perbincangan fikih adalah hukum syariat, maka kaidah istinbâth syar‘iyyah juga berlaku di dalam masalah fikih. Tidak benar jika sebagian kaum Muslim menyatakan bahwa persoalan fikih bisa diotak-atik berdasarkan kondisi, waktu, dan tempat. Sebab, ketetapan hukum apapun harus lahir dari dalil syariat, bukan dari fakta maupun kepentingan politik sesaat.


Khatimah

Sesungguhnya, di balik pendistorsian makna fikih dan syariat ada maksud-maksud politis tertentu, yakni menjadikan realitas sekularistik-kapitalistik ini sebagai sumber untuk menetapkan hukum. Padahal, hukum harus digali berdasarkan al-Quran, Sunnah, Ijma Shahabat, dan Qiyas; bukan berdasarkan fakta yang ada. Kedudukan realitas hanyalah sebagai obyek yang dihukumi (manâth al-hukmi), bukan sebagai sumber hukum. Fakta harus tunduk dan disesuaikan dengan syariat, bukan sebaliknya.

Motif lain dari upaya pendistorsian makna fiih ini adalah untuk melanggengkan rejim sekularistik-kapitalistik yang kufur ini. Dengan mengatasnamakan fikih, mereka berusaha merusak dan menghancurkan kesucian syariat Islam. Syariat Islam hanya mereka gunakan sebagai alat untuk menjustifikasi fakta rusak akibat diterapkannya sistem sekular yang kufur ini.

Untuk itu, umat Islam harus segera sadar dan bangkit, bahwa upaya-upaya untuk merusak dan menghancurkan kesucian ajaran Islam mulai masuk di jantung pertahanan kaum Muslim, yakni merusakan pemahaman umat terhadap akidah dan hukum Islam.

Wallâhu a‘lam. [Syamsuddin Ramadlan]

10 Oktober, 2008

Syariah Islam Menghapus Budaya Porno

Jika tidak ada aral melintang, bulan Oktober ini, DPR akan mengesahkan RUU Pornografi menjadi UU Pornografi. Sedianya, seperti banyak diberitakan, RUU ini disahkan pada 23 September lalu. Namun, tiba-tiba rencana tersebut batal.

Sebagaimana diberitakan Republika (6/10), pembahasan RUU Pornografi kembali dimulai Senin lalu dengan rapat pimpinan DPR. Pada 10 Oktober ini, pembahasan dilanjutkan dengan rapat untuk mendengar laporan dari panitia kerja.

Sementara itu, Polri dan Kejaksaan Agung telah menyatakan dukungannya untuk mengawal penerapan RUU Pornografi, yang naskahnya sesuai dengan naskah terakhir tanggal 4 September 2008. Ketua Panitia Khusus RUU Pornografi, Balkan Kaplale, menyatakan, dengan dukungan itu, masyarakat tidak perlu khawatir soal pemberlakuan RUU itu nantinya (Republika, 6/10).

Kritik Terhadap RUU Pornografi

Tanpa mengurangi semangat untuk menolak segala bentuk budaya porno yang melatarbelakangi RUU Pornografi ini, ada sejumlah catatan sekaligus kritik terhadap subtansi maupun isinya. Dari sisi subtansi, paling tidak ada dua hal yang perlu dikritisi.

Pertama: RUU ini telah mengalami perubahan, yakni dari RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU-APP) menjadi RUU Pornografi. Perubahan ini jelas kontraproduktif sekaligus kontradiktif (bertentangan) dengan semangat awal untuk memberantas dan menghapus segala bentuk kepornoan. Penghapusan kata anti pada judul RUU memberikan kesan, bahwa RUU ini hanya akan mengatur pornografi, dan bukan berniat menghapuskannya.

Adapun penghapusan kata pornoaksi mengandung pengertian, bahwa yang diatur hanyalah pornografi (media/sarana yang mengandung unsur kepornoan), sementara pornokasi (perilaku porno seperti cara berpakaian yang mengumbar aurat ataupun tindakan porno lainnya di tempat umum) tidak diatur alias dibiarkan. Karena itu, alih-alih pornografi dan pornoaksi akan lenyap, dengan disahkannya RUU Pornografi ini menjadi UU, pornografi dan pornoaksi mungkin malah akan semakin berkembang.

Kedua: Tidak digunakannya hukum Allah (syariah Islam) sebagai standar. Akibatnya, RUU ini terjebak dalam tarik-ulur yang berlarut-larut karena mengikuti kehendak masyarakat yang pro maupun yang kontra terhadap RUU ini. Pada akhirnya, RUU ini cenderung merupakan hasil kompromi dari dua kehendak yang saling bertentangan satu sama lain.

Adapun dari sisi isi, beberapa cacat utama RUU Pornografi ini—yang sebetulnya merupakan konsekuensi dari dua faktor subtansial di atas—antara lain adalah:

Pertama, masalah definisi. Dalam Pasal 1 ayat 1 disebutkan: Pornografi diartikan sebagai: adalah materi seksualitas yang dibuat manusia dalam bentuk gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, syair, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan komunikasi lain melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang dapat membangkitkan hasrat seksual dan/atau melanggar kesusilaan masyarakat.

Pasal ini saja mengandung sejumlah masalah:

Yang termasuk dalam cakupan pornografi menurut RUU ini hanyalah materi seksualitas yang mengandung unsur: (a) yang dapat membangkitkan hasrat seksual, dan/atau (b) melanggar nilai-nilai kesusilaan dalam mayarakat. Pengertian ini masih belum konkret sehingga bisa menimbulkan macam-macam penafsiran masing-masing orang. Misal: Apa batasan ‘membangkitkan hasrat seksual’ itu dan siapa yang berhak menentukan kriterianya? Apa yang dijadikan sebagai standar nilai-nilai kesusilaan dalam masyarakat? Masyarakat yang mana? Bukankah di Indonesia terdapat banyak suku dan budaya yang memiliki standar nilai kesusilaan yang berbeda-beda?

Dalam pasal-pasal berikutnya memang dijelaskan beberapa jenis materi pornografi yang dilarang. Namun, materi pornografi yang dilarang itu sangat sempit dan sedikit sehingga memberikan peluang bagi lolosnya banyak materi pornografi di masyarakat.

Pengertian pornografi dalam RUU ini juga mencakup ’pertunjukan di muka umum’. Tampaknya pengertian tersebut berusaha mencakup wilayah ’pornoaksi’. Akan tetapi, jangkauannya amat sempit karena yang disebutkan hanya ’pertunjukan’ saja. Berbagai tindakan lain yang termasuk dalam ’pornoaksi’ (seperti cara berpakaian yang mengumbar aurat di tempat umum, berpelukan dan berciuman di tempat umum, dll) tidak bisa dijerat dalam RUU ini.

Kedua: masalah larangan. Ada sejumlah larangan dalam RUU ini yang juga bermasalah. Dalam Pasal 4 ayat 1, misalnya, disebutkan: Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang memuat: (e) persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang, (f) kekerasan seksual, (g) masturbasi atau onani, (h) ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan, atau (i) alat kelamin.

Menurut pasal ini, materi seksual yang dikategorikan sebagai pornografi hanya menyangkut lima perkara, yang semuanya hanya berkisar pada kelamin saja (persenggamaan, kekerasan seksual, masturbasi, ketelanjangan, dan alat kelamin). Ini berarti, materi pornografi selain yang disebutkan itu tidak termasuk dalam kategori pornografi yang dilarang. Kesimpulan ini juga sejalan pasal 13 ayat 1.

Dengan demikian, mempertontonkan beberapa anggota tubuh lainnya yang juga dapat membangkitkan hasrat seksual seperti paha, pinggul, pantat, pusar, perut dan payudara perempuan tidak termasuk dalam pornografi yang dilarang. Kategorisasi demikian tentu sangat membahayakan dan merusak kehidupan masyarakat. Akan muncul banyak produk dan perbuatan porno secara bebas tanpa takut diusik siapapun karena telah mendapatkan legalisasi dari RUU ini. Perempuan yang terbiasa mempertontonkan beberapa anggota tubuhnya seperti paha, pinggul, pantat, pusar, perut, dan payudara, misalnya, menjadi semakin merasa aman. Demikian juga berbagai tindakan yang membangkitkan hasrat seksual seperti tarian erotis, berciuman, berpelukan, dan sebagainya.

Ketiga: masalah pembatasan. Dalam RUU ini juga ada sejumlah pembatasan yang juga bermasalah. Dalam pasal 14, misalnya, disebutkan: Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan materi seksualitas dapat dilakukan untuk kepentingan dan memiliki nilai: (a) seni dan budaya (b) adat istiadat, dan (c) ritual tradisional.

Pembatasan ini tentu berbahaya. Bagaimana mungkin dengan alasan itu, materi seksualitas dapat dibuat, disebarluaskan dan digunakan? Apalagi tidak ada batasan yang jelas mengenai materi seksualitas yang dimaksud. Seni dan budaya yang mengantarkan pada kerusakan moral masyarakat seharusnya dilarang, bukan malah dikecualikan dari larangan pornografi. Bukankah selama ini pornografi dan pornoaksi dapat merajalela di tengah masyarakat justru sering atas nama seni, budaya, olahraga dan semacamnya? Demikian juga dalam adat-istiadat dan ritual tradisional. Tugas Pemerintah di antaranya justru melakukan bimbingan dan menumbuhkan kesadaran pada masyarakat yang memiliki adat-istiadat dan ritual tradisional yang menyimpang, bukan malah justru melegalisasinya dengan UU.

Menghapus Budaya Porno dengan Syariah Islam

Sebetulnya masih banyak hal yang perlu dikritisi dalam RUU Pornografi ini. Namun yang pasti, semua itu harus dikembalikan pada ajaran dan hukum Islam yang menjadi agama mayoritas penduduk negeri ini. Pertama: Pornografi dan pornoaksi adalah kemungkaran yang harus dilenyapkan; bukan diatur, apalagi dilegalisasi.

Kedua: Islam memang tidak secara khusus memberikan pengertian tentang pornografi. Namun, Islam memiliki konsep tentang aurat yang jelas dan baku. Aurat laki-laki, baik terhadap sesama laki-laki maupun terhadap wanita adalah antara pusar dan lutut. Dalam hal ini, Rasulullah saw. bersabda:

«لاَ يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ وَلاَ الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ»

Janganlah laki-laki melihat aurat laki-laki lain dan jangan pula wanita melihat aurat wanita lain (HR Muslim).

Adapun aurat wanita terhadap laki-laki asing (bukan suami dan mahram-nya) adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan dua telapak tangannya. Ini didasarkan pada firman Allah SWT:

Janganlah para wanita menampakkan perhiasan (aurat)-nya kecuali yang biasa tampak padanya (QS an-Nur [24: 31).

Ibn Abbas menafsirkan frasa ’yang biasa tampak padanya’ adalah wajah dan kedua telapak tangan. Ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw.:

«

إِنَّ الْجَارِيَةَ إَذَا حَاضَتْ لَمْ يَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلاَّ وَجْهُهَا وَ يَدَاهَا إَلَى الْمَفْصَلِ»

Sesungguhnya seorang anak gadis itu, jika telah haid (balig), tidak boleh tampak darinya kecuali wajah dan kedua telapak tangan hingga pergelangannya (HR Abu Dawud).

Aurat tersebut wajib ditutup dan tidak boleh dilihat kecuali orang yang berhak, terlepas terlihatnya aurat itu dapat membangkitkan birahi atau tidak. Di samping itu, pakaian yang dikenakan para wanita di tempat umum sudah ditentukan yakni: jilbab (QS al-Ahzab [33]; 59) dan kerudung (QS an-Nur [24]: 31). Konsep ini jauh bermartabat daripada konsep mengenai pornografi.

Ketiga: Islam juga melarang beberapa perilaku yang berkaitan dengan tata pergaulan pria dan wanita. Di antaranya Islam melarang tabarruj (berhias berlebihan di ruang publik), ber-kh­alwat (berdua-duaan) dengan wanita bukan mahram (apalagi berpelukan dan berciuman), ber-ikhtilât (bercampur-baur antara pria-wanita), dan segala perbuatan yang dapat mengantarkan pada perzinaan. Ketentuan itu berlaku umum. Seni budaya, adat istiadat, dan ritual tradisional tidak termasuk dalam alasan yang dibenarkan syar’i untuk membolehkan pornografi dan pornoaksi dilakukan di tengah kehidupan masyarakat. Perkecualian hanya disandarkan pada ketentuan syariah, seperti dalam kesaksian dalam pengadilan dan pengobatan. Konsep ini jauh bermartabat daripada konsep mengenai pornoaksi.

Wahai kaum Muslim:

Islam tidak mentoleransi berkembangnya pornografi dan pornoaksi di tengah masyarakat. Segala tindakan yang dapat mengantarkan masyarakat pada perzinaan dan hancurnya akhlak masyarakat wajib dienyahkan dari kehidupan.

Karena itu, sekali lagi kita diingatkan tentang betapa pentingnya negeri ini menerapkan syariah Islam dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam tata hubungan pria-wanita (seperti kewajiban menutup aurat di depan umum, keharaman ber-khalwat dan ber-ikhtilât, larangan atas pornografi dan pornoaksi serta segala hal yang bisa mengantarkan pada perzinaan). Hanya dengan syariah Islamlah masyarakat akan menjadi baik, beradab, bermartabat dan diridhai Allah SWT. []

Komentar:

Presiden Ekuador: Krisis Amerika Bukti Kegagalan Sistem Kapitalis (Hidayatullah.com, 6/10/2008).

Saatnya sistem Islam tampil dan Khilafah Islam memimpin dunia.

09 Oktober, 2008

KERUSAKAN EKONOMI KAPITALIS

Idiologi yang katanya adalah idiologi yang paling sempurna dan bisa membawa kesejahteraan kini menanti ajal.idiologi tersebut adalah kepitalis,idiologi yang kian lama kian menampakan kebusukannya.Fakta yang paling menonjol adalah ekonomi yang kita rasakan sekarang,sitem ekonomi kapitalistik yang katanya sistem ekonomi yang paling hebat telah mengalami guncangan.karena badai krisis yang mengguncang amerika ini berimbas ke sistem perekonomian asia, Bursa saham di Asia terus keteteran menghadapi serangan krisis finansial global. Pasar saham di Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Singapura langsung melumer dalam pembukaan perdagangan Selasa detik.com(7/10/2008). "Pasar masih panik karena cemas krisis ini akan semakin dalam," kata ekonom dari St George Bank di Australia seperti dilansir dari AFP, Selasa detik.com(7/10/2008).ini adalah pertanda bahwa ekonomi kapitalistik ini akan terjun menuju liang lahat. Krisis keuangan yang menimpa negara AS mengguncang perekonomian global. Perusahaan-perusahaan besar banyak yang ambruk, bank-bank internasional dan pemerintahan di berbagai negara mengucurkan dana dalam jumlah besar ke pasar uang untuk meredakan guncangan krisis.Sementara ribuan orang kini terancam jadi pengangguran karena banyak perusahaan besar terancam tutup.(eramuslim) bahkan bush mengakui bahwa keadaan perekonomian amerika dalam keadaan kacau, Presiden AS George W. Bush dalam pidatonyaa bahkan mengakui negaranya sedang terancam resesi dan harus segera dilakukan tindakan penyelamatan dengan mengucurkan dana segar ke pasar uang.(eramuslim).

Di satu sisi perekonomian kapitalis yang sudah mulai runtuh,di sisi lain sistem perekonomian yang muncul dari suatu sistem yang komprehensif mulai di lirik para pelaku ekonomi.Sistem ini adalah sistem ekonomi islam, (Medan) - Karena terbukti memberikan keadilan secara nyata, sistim keuangan Islam semakin populer, dan bahkan diminati negara non-Islam. Hal itu ditandai dengan tumbuh suburnya lembaga keuangan dengan sistim syariah, termasuk makin tingginya minat asing mempelajari ekonomi Islam. "Sistim syariah yang menerapkan keadilan, tidak riba seperti selama ini banyak diterapkan bank-bank asing," kata Dekan Fakultas Takaful International Centre for Education In Islamic Finance, (INCEIF) Malaysia, Datuk Syed Othman Al Habshi, di Medan, Minggu Indonesia ontime(25/5).

memang terdapat perbedaan yang sangat mendasar antara sitem ekonmi kapitalis dengan islam.Dari standarisasinya saja sudah berbeda,kalau sistem kapitalis standarisasinya adalah azas manfaat sedangkan sistem islam adalah halal haram,inlah perbedaan yang sangat mendasar antara dua sistem ini.di dalam islam jelas riba adalah sesuatu yang di haramkan dalam islam,yang justru riba ini di anggap sesuatu yang legal dalam sitem kapitalis,dan hal inilah salah satu penyebab runtuhnya sistem perekonomian kapitalis.selain itu ada juga yang menyebabkan kerusakan yaitu sistem kepemilikan yang sangat liberal.dari kepemilikan yang sangat liberal ini para pengusaha yang memang mempunyai cukup modal bisa memonopoli pasar,termasuk memonopoli hak kepemilikan yang bersifat umum seperti energi,hasil hutan dan hasil dari perairan,yang sebetulnya bisa di manfaatkan secara bersama-sama.Lain dengan islam yang membagi hak kepemilikan menjadi tiga yakni kepemilikan individu,umum dan kepemilikan negara,dan masing-masing ada aturanya kapan hak milik itu bisa menjadi milik individu,umum dan negara.nah tiga hal di atas tadi adalah termasuk kepemilikan umum karna menguasai hajat hidup orang banyak.maka hal tersebut harus di manfaat kan secara bersama oleh masyarakat atau warga negara yang pengelolaannya di kelola oleh negara mulai dari produksi hingga distribusi.memang sistem yang paling sempurna di dunia ini hanyalah satu yaitu yang berasal dari wahyu yang bersumber dariAllah SWT.Yakni sistem Islam yang menjadi rahmat bagi seluruh alam

21 September, 2008

Kembali Ke Fitrah, Kembali Meraih Kemenangan

Alhamdulillah, sudah selayaknya kita banyak bersyukur kepada Allah SWT, karena kita telah berhasil melewati hari-hari Ramadhan hingga memasuki bagian akhir bulan yang penuh berkah ini. Sebentar lagi kita pun akan menyambut satu hari yang indah, Idul Fitri. Namun, kita pun sepatutnya banyak beristigfar, karena boleh jadi—meski ini jelas tidak kita harapkan—ibadah shaum pada hari-hari Ramadhan yang kita lewati itu tidak mengantarkan kita untuk meraih derajat takwa sebagai hikmah dari kewajiban puasa yang telah Allah titahkan kepada kita.

Karena itu, sebelum Ramadhan benar-benar meninggalkan kita, dan Idul Fitri hadir di tengah-tengah kita, sejatinya kita banyak bertafakur dan melakukan muhâsabah (instrospeksi diri): Layakkah kita bergembira merayakan Idul Fitri, yang sering dimaknai sebagai ‘kembali ke fitrah’ dan juga sebagai ‘hari kemenangan’? Pertanyaan ini penting kita jawab dengan jujur, agar kita meninggalkan bulan Ramadhan ini tanpa kesia-siaan serta merayakan Idul Fitri nanti tanpa kehampaan.

Kembali ke Fitrah

Idul Fitri sering diterjemahkan sebagai ‘kembali ke fitrah’. Secara bahasa, fithrah berarti al-khilqah (naluri, pembawaan) dan ath-thabî‘ah (tabiat, karakter) yang diciptakan Allah Swt. pada manusia. (Jamaluddin al-Jauzi, Zâd al-Masîr, VI/151; az-Zamakhsyari, al-Kasysyâf, III/463).

Karena itu, secara bahasa Idul Fitri bisa diterjemahkan sebagai ‘kembali ke naluri/pembawaan yang asli’. Di antara naluri/pembawaan manusia yang asli adalah adanya naluri beragama (gharîzah at-tadayyun) pada dirinya. Dengan naluri ini, setiap manusia pasti merasakan dirinya serba lemah, serba kurang dan serba tidak berdaya sehingga ia membutuhkan Zat Yang Mahaagung, yang berhak untuk disembah dan dimintai pertolongan. Karena itulah, secara fitrah, manusia akan selalu membutuhkan agama yang menuntun dirinya melakukan penyembahan (‘ibâdah) terhadap Tuhannya dengan benar. Itulah Islam sebagai satu-satunya agama dari Allah, Tuhan yang sebenarnya. Konsekuensinya, sesuai dengan fitrahnya pula, manusia sejatinya senantiasa mendudukkan dirinya sebagai hamba di hadapan Tuhannya, Allah SWT, Pencipta manusia.

Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa kembali ke fitrah—sebagai esensi dari Idul Fitri—adalah kembalinya manusia ke jatidirinya yang asli sebagai seorang hamba di hadapan Allah sebagai Tuhannya. Menurut Imam Ja’far ash-Shadiq, seorang Muslim yang mengklaim sebagai hamba Allah mesti menyadari bahwa: (1) apa yang ada pada dirinya bukanlah miliknya, tetapi milik Allah; (2) tunduk, patuh dan tidak pernah membantah setiap perintah Allah; (3) tidak membuat aturan sendiri kecuali aturan yang telah Allah tetapkan untuk dirinya.

Membuang Sekularisme: Wujud Kembali ke Fitrah

Dengan memaknai kembali ke fitrah sebagai ‘kembali pada kesadaran sejati sebagai seorang hamba’, sudah sepatutnya kaum Muslim yang ber-Idul Fitri membuang jauh-jauh sekularisme. Mengapa? Sebab, sekularisme justru menjauhkan diri manusia dari kedudukannya sebagai seorang hamba Allah. Bahkan sekularisme menempatkan manusia sejajar dengan Tuhan.

Pasalnya, sekularisme pada dasarnya adalah akidah yang hanya mengakui Tuhan dari sisi eksistensi (keberadaan)-Nya saja, tidak mengakui otoritas (kewenangan)-Nya untuk mengatur manusia. Dengan kata lain, sekularisme hanya mengakui keberadaan agama, tetapi menolak kewenangan agama untuk mengatur kehidupan. Dalam pandangan sekularisme, hak mengatur manusia atau hak membuat aturan bagi kehidupan manusia mutlak ada pada manusia itu sendiri, bukan pada Tuhan/agama. Hak ini kemudian mereka wujudkan dalam demokrasi, yang menempatkan kedaulatan manusia (kedaulatan rakyat) di atas kedaulatan Tuhan.

Dari sini lahirlah ideologi Kapitalisme, yang berisi seperangkat aturan yang khas, yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Saat ini, justru Kapitalismelah—dan bukan Islam—yang diterapkan di tengah-tengah kehidupan umat Islam saat ini, termasuk di negeri ini.

Padahal fakta telah membuktikan bahwa peratuan–peraturan yang dibuat manusia—karena lebih didasarkan pada kecenderungan dan hawa nafsunya—telah melahirkan banyak ekses negatif, kerusakan dan kekacauan. Itulah yang terjadi saat ini ketika hak membuat aturan/hukum diberikan kepada manusia (rakyat) melalui mekanisme demokrasi. Mahabenar Allah yang berfirman:

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ

Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki. Siapakah yang lebih baik hukumnya daripada Allah bagi orang-orang yang yakin?! (QS al-Maidah [5]: 50).

Karena itu, perayaan Idul Fitri—yang dimaknai sebagai kembali ke fitrah itu—sudah sepatutnya dijadikan momentum untuk membuang sekularisme, yang memang telah menjauhkan manusia dari fitrahnya yang hakiki sebagai hamba Allah.

Hari Kemenangan

Idul Fitri juga sering disebut sebagai hari kemenangan. Artinya, kaum Muslim yang telah berhasil melaksanakan ibadah shaum selama Ramadhan dianggap sebagai kaum yang meraih kemenangan. Persoalannya, shaum seperti apa yang bisa mengantarkan kaum Muslim menjadi kaum yang menang? Tentu shaum yang berkualitas, sebagaimana yang dilakoni oleh Rasulullah saw. dan para Sahabat. Shaum Rasulullah saw. dan para Sahabat tidak hanya memberikan kemenangan kepada diri mereka secara individual dalam melawan hawa nafsu dan setan selama bulan Ramadhan, tetapi juga memberikan kemenangan kepada kaum Muslim secara kolektif dalam melawan musuh-musuh Islam. Mereka dan generasi gemilang sesudahnya justru sering mencatat prestasi gemilang pada bulan Ramadhan. Beberapa peperangan yang dimenangkan kaum Muslim seperti Perang Badar, Fath Makkah (Penaklukan Makkah) atau Pembebasan Andalusia terjadi pada bulan Ramadhan.

Kemenangan Perang Badar telah memperkuat posisi kaum Muslim di dunia internasional saat itu, terutama di Jazirah Arab; bahwa negara baru yang dibangun kaum Muslim, Daulah Islam, adalah negara kuat yang tidak bisa disepelekan. Kondisi ini tentu memberikan rasa aman kepada seluruh warga negara Daulah Islam.

Bandingkan dengan kondisi kaum Muslim saat ini. Negeri-negeri Islam terpecah-belah menjadi beberapa negara kecil yang lemah. Kondisi ini membuat musuh-musuh Allah dengan gampang dan sombong membantai dan membunuh kaum Muslim serta mengekspolitasi kekayaan alamnya dengan rakus; tanpa ada pelindung sama sekali.

Perang Badar juga secara internal telah membuat pihak-pihak di dalam negeri Daulah Islam—orang-orang Yahudi, musyrik dan munafik—takut untuk berbuat macam-macam terhadap Daulah Islam. Bandingkan dengan keberadaan orang-orang kafir dan antek-antek Barat saat-saat ini di Dunia Islam. Mereka berbuat makar dan kekejian seenaknya. Di negeri-negeri Islam, orang-orang kafir yang didukung oleh para penguasa yang menjadi antek-antek penjajah, membuat berbagai kebijakan yang merugikan rakyat dengan bebasnya.

Futûhât juga telah memberikan kebaikan yang luar biasa bagi umat manusia. Lewat futûhât ini dakwah Islam diterima dengan mudah oleh manusia. Futûhât ini juga telah menjadi jalan bagi diterapkannya syariah Islam di seluruh kawasan dunia. Lewat penerapan syariah Islam inilah seluruh warga negera Daulah Islam, baik Muslim maupun non-Muslim, mendapat kebahagian, kesejahteraan dan keamanan. Peradaban Islam pun kemudian menjadi peradaban unggul.

Karena itu, ada beberapa hal yang wajib kita teladani dari shaum generasi Sahabat ini.

Pertama: para Sahabat tidak hanya melakukan tadarus al-Quran (baik di bulan Ramadhan maupun di luar itu), tetapi juga mengamalkannya. Sebab, para Sahabat memahami bahwa membaca al-Quran adalah sunnah, sementara menjadikan al-Quran sebagai pedoman hidup mereka adalah wajib. Mereka sangat menyadari bahwa al-Quran harus menjadi dasar konstitusi kaum Muslim.

Kedua: para Sahabat tidak hanya menahan lapar dan haus, tetapi juga menahan diri dari segala hal yang diharamkan oleh Allah; tidak berdusta, tidak berbuat batil, tidak membuat kerusakan dan tentu saja tidak berhukum pada selain hukum Allah Swt. Mereka tidak seperti kaum Muslim saat ini, yang justru masih berhukum pada perundang-undangan dan sistem kufur yang bersumber dari sekularisme.

Ketiga: para Sahabat telah nyata-nyata menjadikan bulan Ramadhan sebagai bulan tobat. Tobat mereka adalah tawbah nasûhâ, tobat yang sebenar-benarnya. Seharusnya saat ini pun kaum Muslim, yang telah menjadikan bulan Ramadhan sebagai bulan tobat, tidak lagi melakukan maksiat meski Ramadhan telah berlalu. Maksiat terbesar yang harus segera ditinggalkan kaum Muslim saat ini adalah ketika mereka tidak menerapkan hukum-hukum Allah dalam seluruh aspek kehidupan akibat ketiadaan Daulah Khilafah Islam di tengah-tengah mereka. Ketiadaan Daulah Khilafah juga berarti umat ini tidak memiliki pelindung dari musuh-musuh Allah.

Karena itu, dalam momentum Idul Fitri ini, yang berarti kembali ke fitrah, sudah selayaknya kaum Muslim segera kembali menerapkan semua aturan-aturan Islam (syariah)—yang memang sesuai dengan fitrah manusia—dalam semua aspek kehidupan. Sebaliknya, sudah selayaknya kaum Muslim segera meninggalkan berbagai aturan kufur yang berasal dari sekularisme, yang nyata-nyata bertentangan dengan fitrah manusia, dan terbukti banyak menyengsarakan umat manusia.

Karena itu, pada Hari Kemenangan ini, sudah sepatutnya pula kita berjanji kepada Allah, Rasul-Nya, dan kaum Muslim untuk mengerahkan segenap upaya, secara damai, demi tegaknya Khilafah dan syariah Islam. Kita memohon dengan sungguh-sungguh kepada Allah SWT agar menolong kita untuk mewujudkan hal ini sehingga kaum Muslim merasakan kegembiraan yang hakiki karena meraih kemenangan yang juga hakiki, sebagaimana digambarkan Allah SWT dalam firman-Nya:

وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُون بِنَصْرِ اللهِ يَنْصُرُ مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ

Pada hari (kemenangan) itu bergembiralah kaum Mukmin karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dialah Yang Mahaperkasa lagi Maha Penyayang. (QS ar-Rum [30]: 4-5).

[]

KOMENTAR:

21 Tewas Saat Pembagiaan Zakat (Kompas, 16 September 2008)

Innalillâhi wa inna ilayhi raâji’ûn. Allahumaghfir lahum warhamhum wa ‘âfihim wa’fu ’anhum.

UCAPAN SELAMAT:

Pimpinan dan Seluruh Jajaran Redaksi Buletin AL-ISLAM mengucapkan:

SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1429 H

تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَ مِنْكُمْ صِيَامَنَا وَ صِيَامَكُمْ، وَ كُلُّ عَامٍ وَ أَنْتُمْ بِخَيْرٍ لَيْسَ الْعِيْدُ لِمَنْ لَبِسَ الْجَدِيْدَ وَلَكِنَ الْعِيْدَ لِمَنْ طَاعَتُهُ تَزِيْدُ

Idul Fitri bukanlah diperuntukkan bagi mereka yang mengenakan segala hal yang serba baru. Namun, Idul Fitri dipersembahkan kepada mereka yang ketaatannya kepada Allah bertambah.

18 September, 2008

Islam Rahmatan lil alamin


Iman artinya percaya yaitu percaya bahwa tiada Tuhan yang patut di sembah kecuali Allah dan bersaksi bahwa Muhammad SAW adalah Rasulullah.mungkin ini yang kita ketahui mengenai definisi dari pada iman,sebenarnya iman itu tidak cukup hanya di ucapkan di bibir saja tapi juga harus di ikuti dengan perbuatan.kita bersyahadat seperti di atas maksudnya adalah rela menyerahkan segala apa yang ada pada diri kita hanya untuk Allah semata.singkatnya bahwa keimanan kita akan bisa menjadi lebih kuat apabila kita menjadikan islam tidak hanya sebagai sebuah agama tapi juga menjadikan islam sebagai sebuah idiologi,jadi islam harus menjadi pemegang kendali atas diri kita dalam hal ibadah,hubungan antara diri kita dengan diri kita sendiri,dan hubungan kita dengan masyarakat(hubungan sosial).di era modern ini banyak sekali manusia yang mengalami multi krisis,baik itu berupa moral,lintelektual,spiritual,politik,ekonomi,sosial,budaya,dll.Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa ini bisa terjadi ? dan apa solusinya ?sebenarnya yang menjadi akar dari persoalan ini adalah konsep dasar yang di gunakan manusia pada saat ini yakni konsep dasar yang muncul dasar yang muncul dari pola pikir sekulerisme yakni memisahkan agama dengan kehidupan,sehingga orang2 seperti ini menganggap agama hanya mengatur masalah ibadah saja sedangkan masalah kehidupan mereka,mereka mengatur dengan hukum yang berasal dari akal manusia yang cenderung berselisih dan jelas ada potensi kesalahan.Sehingga terjadilah kerusakan dan kesengsaraan bagi umat manusia itu sendiri.masalah moral misalkan ketika pornogrfi dan pornoaksi di biarkan maka bisa saja akan terjadi banyak sekali perbuatan amoral yang menjadikan manusia jatuh ke derajad hewan bahkan bisa lebih rendah lagi.karena manusia secara fitrahnya mempunyai naluri melestarikan jenis atau naluri seks.Dan naluri itu muncul apabila ada rangsangan atau pengaruh dari luar dan itu pasti,setiap manusia tidak bisa terhindar dari hal ini kecuali orang yang tidak berakal.ketika seseorang melihat baik langsung atau tidak sesuatu yang berbau porno maka naluri seks ini akan muncul,oleh sebab itulah islam memberikan solusi yakni dengan cara memberikan batasan batasan aurat baik laki-laki maupun perempuan.dan bagi yang sudah cuklup umur lagi mampu hendaklah dia menikah jadi islam mengatur bukan mengeliminir naluri manusia.selain merusak moral sekularisme juga merusak masalah aqidah makanya banyak sekali bermunculan aliran sesat selain hal ini memang grand design negara kafir imperialis yang tujuannya merusak islam hal ini ini di karenakan pemahaman aqidah umat yang lemah dan hal ini bisa memunculkan pola ibadah yang nyleneh yang tidak sesuai dengan apayang di gariskan oleh Allah.ini terjadi karena manusia mengikuti wijdan mereka yakni meyakini sesuatu berdasarkan perasaan mereka,sedangkan sebenarnya perasaan tidak bisa di jadikan sebagai dasar dalam mengambil sesuatu.sehingga munculah pemahaman yang aneh dari perasaan mereka seperti percaya bahwa sebilah keris mengandung tuah bahkan ada yang sampai mereka beranggapan menerima wahyu bahkan merasa dirinya adalah nabi dan akhirnya munculah berbagai macam aliran sesat.padahal islam telah menjadikan aturan ibadah bagi manusia.Karena Allah yang menciptakan manusia maka Allah lah yang paling mengerti karakteristik manusia maka hanya Dia yang berhak membuat suatu aturan bagi umat manusia baik itu berupa ibadah,mathumat,malbusat,muamalah dan uqubat.masalah politik ekonomi pun rusak karena tidak di terapkannya sistem islam.secara politik indonesia menganut sistem kufur demokrasi yang pada dasarnya politik menurut sistem ini ini berorientasi kekuasaan inilah yang membedakan dengan politik islam dalam islam politik adalah mengatur urusan umat.kemudian masalah ekonomi sistem kapitalis menjalankan ekonomi dengan bebas dan membiyarkan pelaku ekonomi bersaing secara bebas mengikuti mekanisme pasar dari sini orang yang kurang mempunyai kemampuan untuk bersaing akan tersingkir belum lagi penghalalan riba yang membuat keadaan ekonomi dalam negri menjadi goncang.Itulah akibat ketika syariah tidak di terapkan dalam kehidupan antuk itu kita harus menjadikan islam sebagai idiologi selain agama.maka islam sebagai rahmatan lil alamin akan terwujud,untuk itu mari kita sebagai kaum yang terbaik ini berjuang untuk menjadikan islam sebagai idiologi dengan menegakkan syariah sebagai falsafah negara,maka berkah Allah akan keluar dari langit dan bumi.

menjadi mukmin yang kuat

10 September, 2008

Bersegera melaksanakan syari'ah


Pada saat ini keadaan kaum muslimin semakin bertambah memprihatinkan,mulai dari permasalahan politik,ekonomi ,sosial, budaya yang terus menerus yang semakin menambah beban berat kaum muslimin.apalagi mendapat tekanan dari musuh-musuh islam yang menyarang dari berbagai penjuru ini tidak lain karea tidak di terapkannya syari'ah sebagai falsafah hidup kaum muslimin.sejak runtuhnya institusi pelaksana syari'ah pada tahun 1924 kaum muslimin di timpa berbagai macam bencana kemanusiaan.Pada perang Dunia I (1914 M), Inggris berhasil menduduki Istambul. Seorang agen Inggris keturunan Yahudi Dunamah dari Salonika, Mustafa Kemal Pasha, ditugaskan untuk menjalankan agenda Inggris di Turki.jatuhnya tanah palestina ke tangan israel atas prakarsa mentri luar negrinya yang terkenal dengan nama deklarasi balfour,inggris memberi dukungan terhadap di dirikannya negara israel di atas tanah palestina.apalagi setelah tragedi WTC 911, hal ini di jadikan pintu masuk bagi musuh islam untuk menyerang islam dengan jalan mengidentikan islam dengan terorisme.sehingga musuh islam yang di komando oleh amarika dengan mudah menyerang kaum muslimin melalui berbagai macam cara diantaranya melalui jalan politik dan perang pemikiran.melalui jalur politik para musuh islam menjarah kekayaan alam kaum muslimin.di darfur yang kaya minyak inggris dan amerika merekayasa konflik di darfur agar bisa menguasai minyak di negri kaum muslimin tersebut,Darfur merupakan kawasan yang kaya sumber minyak, uranium dan gas,Motif minyak ini pernah diungkap deputi Menteri Luar Negeri Sudan Muhammad Najib El-Khoir, “Memang, AS-lah yang menemukan sumber minyak itu dulunya. Namun, kami kemudian mengarahkan kerjasama di bidang perminyakan dan pertambangan kepada negara-negara Asia antara lain Cina dan Malaysia. Karena itu, wajar saja kalau AS kemudian berang kepada kami.”, seperti dikutip Kompas edisi 5/8/2004.Darfur telah memberikan pendapatan sebesar 4 miliar dolar AS kepada pemerintah Sudan, lebih dari setengah pendapatan total negara itu. Pemerintah Sudan juga sudah membuka hubungan erat dengan China. Sudan mensuplai hampir 10 persen impor minyak China. Sementara itu, AS memiliki kepentingan minyak di Chad, tetangga Sudan. Kakayaan minyak Darfur tentu saja menjadi pendorong besar bagi negara-negara haus minyak untuk menguasai daerah itu, sehingga konflik di Darfur sebenarnya dipicu persaingan antara AS, Eropa dan China untuk memperebutkan minyak Darfur.melalui serangan pemikiran para musuh islam,muncullah gaya hidup hedonis.Dan gaya hidup ini membawa dampak buruk bagi kehidupan.di antaranya merusak perilaku,aqidah,ekoonomi,politik,sosial dan berbagai sendi kehidupan contoh munculnya berbagai masalah sosial.Seperti diungkapkan oleh Kantor Berita Antara, selama semester pertama hingga akhir juli 2008, kasus kriminal yang terjadi di wilayah hukum Madura mencapai 936 kasus.Peringkat atas kasus Curas (pencurian dengan kekerasan), kemudian Curat (Pencurian dengan pemberatan) dan yang ketiga ialah pembunuhan. Kasus curas pada semester pertama tahun 2007 hanya 18 kasus, sedang pada semester pertama tahun ini mencapai 31 kasus atau naik 72,22 persen. Curat naik 40,22 persen, dari 87 kasus pada tahun 2007 menjadi 122 kasus pada pertengahan tahun ini.Kasus kekerasan seksual di Bali terutama yang melakukan pemeriksaan visum di bagian klinik forensik RS Sanglah cenderung mengalami peningkatan. Menurut Koordinator Pendidikan Instalasi Forensik RS Sanglah dr. IB Putu Alit, Sp.F, DFM., peningkatan tersebut dapat disebabkan karena dua alasan yaitu karena kasus kekerasan seksual di masyarakat memang meningkat atau karena kesadaran masyarakat untuk melaporkan kekerasan tersebut semakin tinggi. RS Sanglah sendiri setiap bulannya rata-rata melakukan pemeriksaan visum untuk kasus kekerasan seksual antara 10-12 kasus.Kasus yang sering ditangani oleh bagian forensik RS Sanglah adalah kasus kekerasan seksual jenis perzinahan, perkosaan dan kekerasan seksual pada anak. 'Rentang umur yang pernah ditangani paling muda adalah enam bulan dengan kasus kekerasan seksual di bawah umur,' ujar Alit di sela-sela acara Pertemuan Ilmiah Tahunan Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia Tahun 2008, Denpasar (Bali Post) -Jumat (15/8) kemarin.Hedonisme tidak hanya sebuah gaya hidup yang serba bebas, melainkan sebagai pemikiran dan kepercayaan yang tentunya berakhir pada kehancuran nilai-nilai agama. Kesenangan yang ditawarkan dalam budaya hedonisme tidak lain bersifat fana dan menipu.Apa yang kini dianggap modern belum tentu berbuah baik bagi kehidupan manusia. Narkoba, seks bebas, musik, korupsi, dan lain sebagainya adalah bagian dari beberapa tindak kriminal yang dilakukan karena hanya ingin mencari kenikmatan dan kesenangan.Hedonisme selalu berakibat buruk bagi kehidupan manusia. Aspek aqidah, prilaku, sistem ekonomi, politik, sosial, dan kesehatan, akan menjadi hancur dan kacau akibat dampak dari gaya hidup yang egois ini.tidak ada sistem yang sempurna selain islam.islam adalah agama yang di turunkan oleh Allah.Dalam pengaturan sistem ekonomi islam mengatur dengan metode baitul maal.Sumber-sumber pendapatan Baitul Mal adalah fai', ghanimah/anfal, kharaj, jizyah, pemasukan dari harta milik umum, pemasukan dari harta milik negara, usyuur, khumus dari rikaz, tambang, serta harta zakat. Sedang pengelolaannya didasarkan pada enam kategori harta, yaitu (1) harta zakat, (2) harta untuk menanggulangi terjadinya kekurangan dan untuk melaksanakan kewajiban jihad, (3) harta sebagai suatu pengganti/kompensasi (badal/ujrah), seperti gaji pegawai negeri, (4) harta untuk kemaslahatan secara umum yang merupakan keharusan, (5) harta untuk kemaslahatan secara umum yang tidak merupakan keharusan, dan (6) harta untuk menangani kondisi darurat, semisal bencana alam.kemudian dalam menangani masalah sosial yakni menggunakan hukum muamalah dan uqubat.Secara umum hukum persanksian dalam Islam dibagi menjadi empat: (1) hudûd; (2) jinâyât; (3) ta‘zîr; dan (4) mukhâlafât. Kadang-kadang, istilah hudûd, jinâyât, ta‘zîr dan mukhâlafât juga dikonotasikan untuk tindak pelanggarannya sendiri.

Hudûd adalah sanksi atas kemaksiatan yang macam kasus dan sanksinya telah ditetapkan oleh syariah. Seperti (1) zina dan liwâth (homoseksual dan lesbian); (2) al-qadzaf (menuduh zina orang lain); (3) minum khamr; (4) pencurian; (5) murtad; (6) hirâbah atau bughât. Dalam kasus hudûd tidak diterima adanya pengampunan atau abolisi.

Jinâyât adalah penyerangan terhadap manusia. Jinâyât dibagi dua: (1) penyerangan terhadap jiwa (pembunuhan); (2) penyerangan terhadap organ tubuh. Ta‘zîr adalah sanksi atas kemaksiatan yang di dalamnya tidak had dan kafarah. Sedangkan mukhâlafât adalah tidak menaati ketetapan yang dikeluarkan oleh Negara, baik yang berwujud larangan maupun perintah. Intinya dalam hukum Islam semua aspek hidup diatur termasuk dalam masalah tindak pidana.jadi dari sini bisa kita simpulkan bahwa tidak ada sistem yang sempurna kecuali syari'ah islam.Itu sebabnya syari'ah adalah termasuk sesuatu yang urgent bahkan bisa di katakan menyangkut hidup dan mati bagi umat manusia secara keseluruhan baik muslim maupun non muslim.selain termasuk termasuk wujud ketaqwaan bagi kaum muslimin.Dengan syari'ah hidup menjadi berkah

09 September, 2008

kerusakan sistem sosial kapitalisme


Berbagai permasalahan mendera bangsa ini silih berganti.Di antara persoalan yang munculadalah masalah sosial,mulai dari kemiskinan ,narkoba,pergaulan bebas dll,yang masih banyaklagi.kalau kita lihat akar dari persoalan ini adalah dari masyarakat itu sendiri.kita lihat faktormembentuk masyarakat,sebetulnya masyarakat di bentuk oleh empat faktor yakni adanyakumpulan individu,adanya kesamaan pemikiran,adanya kesamaan perasaan dan di terapkanyaperaturan di tengah tengah mereka.Secara pemikiran masyarakat sekarang adalah sekularismkarena sistem yang di terapkan oleh negara pada saat ini adalah kapitalis.sekulerisme adalahfaham di mana agama di pisahkan dengan negara atau kehidupan,sehingga persepsimasyarakat saat ini agama hanya berhubungan dengan masalah pribadi yang tak seorangpun diperbolehkan turut campur terhadapnya sehingga dalam masalah kehidupan masyarakatmencari solusi berdasar apa yang ada dalam akalnya sehingga mereka meninggalkan agamasebagai jalan hidup.Sesunggsuhnya hal inilah salah satu aspek yang menyebabkan kesengsaraanbagi umat manusia karena akal manusia cenderung terjebak dalam perbedaan sehinggamemunculkan potensi konflik dan ada kecenderungan untuk berbuat salah.Dari sini bisa kitasimpulkan bahwa akal tidak bisa di jadikan pedoman hidup tanpa bimbingan wahyu.Karena yang di terapkan adalah sistem sekuler maka azas manfaatlah yang menjadi standarisasi dalammelakukan suatu perbuatan.meskipun yang di lakukan adalah sesuatu yang haram tetapi kalaudi dalamnya mengandung manfaat maka perbuatan tersebut tetap di lakukan.Misal prostitusimenurut masyarakat sekuler prostitusi merupakan suatu pekerjaan padahal,Allah telahmengharamkan zina,mendekatinya saja haram apa lagi melakulkannya.yang kemudian dariperilaku ini munculah penyakit yang sangat mematikan yakni AIDS,selain itu permasalahanmuncul adalah meningkatnya jumlah praktek aborsi,belum lagi muncul masalah komunitasmenyukai sesama jenis (gay,lesbi,dll)dari perilaku yang menyimpang ini munculah masalahmenurunnya angka kelahiran seperti yang terjadi di negara yang melegalkan perkawinansesama jenis yakni belanda prancis dll.yang semuanya adalah negara liberal.solusi secara islamadalah dalam menyalurkan naluri,manusia harus terikat dengan aturan islam karena perbuatanmanusia harus di hubungkan dengan syari'ah.Islam tidak mengeliminir naluri manusia tapimengatur agar manusia tidak jatuh pada derajad kehewanan contoh naluri melestarikan jenistadi solusinya adalah menikah,selain ada ikatan tidak akan ada pemasalahan yang munculseperti di atas.mengenai perasaan yang ada pada masyarakat saat ini adalah nasionalisme ataupatriotisme yang sejatinya muncul dari naluri manusia yakni mempertahankan diri yang jugaterdapat pada hewan.Selain itu faham ini muncul ketika ada ancaman dari luar,sedang kalautidak ada ancaman rasa ini tak akan muncul.nasionalisme/patriotisme muncul ketika suatumasyarakat menempati suatu wilayah dan memutuskan menetap di situ.sehingga ikatan initermasuk ikatan atau perasaan yang lemah.padahal islam tidak memperkenankan adanyaashabiyah di tengah tengah umat.Hal ini malah menjadikan umat islam terpecah belah sehinggadapat dengan mudah di rusak bahkan di injak injak oleh musuh musuh islam.jadi solusi berbagaimasalah di atas adalah dengan melihat karakter masyarakat yakni adanya kesamaan pemikiranperasaan dan adnya peraturan.yakni dengan merubah pemikiran sekuler menjadi pemikiranislam perasaan nasinalisme/patriotismemenjadi perasaan islam maka di terapkanlah aturanaturan islam.maka berkah Allah akan di limpahkan dari langit dan bumi .

08 September, 2008

mabda


Mabda sebenarnya termasuk kata yang baru dalam bahasa arab yang berarti memulai,sehingga mabda bisa di artikan memulai segala sesuatu atau bisa juga di katakan landasan atau idiologi.nah di dunia ioni didologi hanya ada tiga yakni kapitalis,sosialis termasuk komunis.Idiologi ada yang rusak ad pula yang sahih yakni yang benar,idiologi yang sahih adalah idiologi yang berasal dari wahyu sedangkan idiologi yang rusak berasal dari kejeniusan manusia.misal kapitalis konsep idiologi ini berasal dari pemisahan antara agama dengan kehidupan atau negara.sehingga mereka (kapitalis) beranggapan bahwa agama hanya sebatas ritual dan bersifat individu.sehingga dalam kehidupan mereka mengatur berdasarkan akal manusia,sedangkan akal manusia cenderung untuk berbuat salah apalagi berselisih antara manusia satu dengan yang lain,sehingga menyebabkan kesengsaraan bagi umat manusia.sedang sosialis termasuk komunis beranggapan bahwa materi itu azzali dalam arti tak berawal dan berakhir tetapi akan terus berevolusi,dari sini bisa di ketahui bahwa konsep dari idiologi ini adalah materialisme yang sebenarnya idologi ini telah di temukan di dalamnya kesalahan kalau mereka beranggapan bahwa materi ini azzali maka bagai mana mungkin sesuatu tanpa ada yang menciptakan saya kira ini adalah sesuatu pemikiran yang aneh.sedangkan islam adalah idiologi yang sesuai dengan fitrah manusia.Secara fitrah manusia mempunyai kebutuhan naluri dan jasmani,kebutuhan jasmani di antaranya adalah makan minum dll,sedang kebutuhan naluri ada tiga yakni naluri berketuhanan atau beridiologi,naluri mempertahankan diri,naluri melestarikan jenis atau naluri sex.karena naluri berketuhanan ini manusia manusia merasa lemah di hadapan sesembahannya dan sesembahannya ini yang di anggap sebagai tuhan dari sini bisa kita ketahui hanya idiologi islam yang sesuai dengan fitrah manusia.Nah mungkin timbul pertanyaan islam itu agama atau idiologi ,islam itu ya agama ya iiologi karna syarat idiologi itu ada dua yakni ada konsep dasar (fikroh) dan mempunyai metode (thoriqoh)dan islam mempunyai keduanya.islam adalah agama yang di turunkan oleh Allah kepada rasulullah yang tujuannya untuk mengatur umat manusia sehingga islam mengatur hubungan antara manusia dengan allah yakni mengenai qidah dan ibadah,mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri dalam hal mathumath dan malbusat yakni mengatur masalah makan minum pakaian,mengatur masalah muamalah hubungan manusia dengan sesamanya baik antara sesama muslim maupun dengan nonmuslim dari uraian ini jelas islam adalah sebuah agama sekaligus idiologi

06 September, 2008

Ramadhan momentum perjuangan penegakan syari'ah islam

80 tahun kaum muslimin hidup di bawah sistem yang tidak islami,ini yang menyebabkan kesengsaraan bagi umat manusia itu sendiri yang hingga kini mengalami kehidupan yang masih mengambang dan penuh dengan tekanan di segala bidang.Pendidikan,sosial,ekonomi dll.di bidang pendidikan banyak kaum musllimin yang tidak bisa mendapat pendidikan yang berkualitas terutama bagi mereka yang terkategori masyarakat miskin karena pendidikan hanya di monopoli oleh para kaum yang berduit.ini di sebabkan pola pikir yang salah yang menganggap pendidikan adalah komoditi yang bisa di perjual belikan.kemudian masalah sosial masalah sosial yang juga masih mengambang masyarakat sudah tidak punya standarisasi prilaku yang benar dalam kehidupan ini karna di terapkan sistem kapitalis yang mempunyai konsep dasar sekulerisme dan azas manfaat sebagai standarisasi kehidupan,sehingga munculah pola hidup yang tak beraturan dan nyleneh misalkan pola hidup hedonistis dan perilaku gay dan lesbianisme yang kian hari kian marak.kemudian masalah ekonomi yang juga amburadul semua hasil bumi negri kaum muslim yang melimpah ini di kuasai opleh asing,menjadi buruh di negri sendiri sungguh miris rasanya memikirkan keadaan kaum muslimin sekarang.dan kesemua ini solusinya adalah satu yakni kembali kepada hukum yang berasal dari yang membuat kehidupan yakni Allah dan hkumnya berupa syari'ah,untuk di terapkan secara kafah untuk mengatasi masalah pendidikan islam memberi solusi yakni pendidikan gratis bagi seluruh warga negara mengingat hukum menuntut ilmu itu hukumnya wajib,pembiyayaan pendidikan di tanggung sepennuhnya oleh negara melalui baitul maal,yang dananya berasal dari pendapatan negara yang di perbolehkaan oleh syari'ah.kemudian solusi bagi masalah sosial adalah karena manusia memiliki kebutuhan naluri dan jasmani maka islam datang untuk mengatur dan mengarahkan naluri tersebut jadi tidak mengeliminir naluri manusia.untuk masalah ekonomi islam juga punya solusi contoh hadis yang bunyinya kum muslim boleh berserikat dalam tiga hal yakni padang rumput sungai dan api ini berarti sumber daya alam harus di pergunakan secara bersamasama tetapi pengelolaanya di wakilkan kepada negara dan tidak membolehkan di kuasai perorangan.dengan demikian manusia akan diperlakukan layaknya manusia.tidak seperti sistem kapitalis ini yang memperlakukan manusia tidak manusiawi bahkan bisa lebih rendah dari binatang untuk itu penerapan hukum syariah selain bagian ketaqwaan kita sebagai hamba Allah syari'ah juga sesuatu yang bisa di katakan menyangkut hidup dan mati bagi kaum muslimin sehingga bisa di katakan sangat urgen.

20 Agustus, 2008

ICG Kecam SKB Ahmadiyah, Khawatirkan Persatuan Umat Islam

HTI-Press. International Crisis Group (ICG) yang berpusat di Brussels dalam laporan terbarunya mengkhawatirkan meningkatnya pengaruh kelompok yang disebutnya sebagai garis keras (hardline Islamic Groups) di Indonesia. Dalam penjelasannya tentang SKB Ahmadiyah, ICG mengatakan kelompok-kelompok Islam telah menekan pemerintah dalam aksi besar ulama dan para Habib pada 9 Juni 2008 di depan Istana negara. Menurut ICG, menuntut pembubaran Ahmadiyah yang diikuti lebih dari 200.000 umat Islam itu menunjukkan kelompok Islam telah menggunakan teknik-teknik klasik advokasi masyarakat sipil untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah.

ICG menjelaskan kelompok Islam telah menggunakan lobi-lobi yang sistematik untuk mempengaruhi birokrasi. Tidak hanya itu ICG juga menyalahkan Presiden SBY yang dituding telah memberikan dukungan terhadap MUI dalam menggolkan SKB Ahmadiyah. ICG tampaknya memprovokasi pertentangan pemerintah dan MUI.

” Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sejak tahun 2005 justru mengajak MUI untuk turut terlibat dalam pembuatan kebijakan-kebijakan pemerintahannya. Ini menjadi sangat berbahaya karena MUI dikuasai kalangan garis keras. Dan pemerintah, maaf, tidak cukup berani menghadapi mereka, dan tidak cukup berani untuk menegakkan nilai-nilai, demokrasi dan toleransi yang selama ini dianut bangsa Indonesia. Ini sangat mencemaskan masa depan Indonesia,” demikian ungkap John Virgoe, Direktur program ICG untuk urusan Asia Tenggara dalam laporan terbarunya.

Dalam laporannya ICG merisaukan meningkatnya pengaruh kelompok yang ditudingnya sebagai kelompok garis keras. Salah satu yang disoroti ICG adalah FUI (Forum Umat Islam) dan Hizbut Tahrir Indonesia. Menurutnya ICG, Hizbut Tahrir telah memperluas koalisinya beraktifitas bersama kelompok Islam lainnya di FUI (Forum Umat Islam) yang dibentuk tahun 2005.

Laporan itu menambahkan Forum Umat Islam - dimana seorang aktifis senior HTI duduk menjabat sebagai sekretaris jenderal- telah memimpin sejumlah demontrasi massa mendukung RUU anti pornografi, menentang aliran sesat, mendukung larangan terhadap Ahmadiyah dan menentang kenaikan harga BBM.

Kerjasama dan persatuan umat Islam dalam MUI dan FUI dikhawatirkan ICG. John Virgoe mengatakan perkembangan ini mengakhawatirkan karena kelompok garis keras berkerja dalam dalam level akar rumput (grassroot) dan level pemerintahan. “Setelah merayakan kemenangan ini , mereka akan menuntut yang lain”, ujar John Virgoe.

Kecam ICG

Dalam kesempatan terpisah, Ustadz Muhammad al Khaththath mengecam laporan ICG ini. Menurut sekjen FUI ini, laporan ICG merupakan bentuk campur tangan LSM asing terhadap Indonesia. Dia juga mengingatkan ICG selama ini telah menjadi alat untuk kepentingan negara-negara Kapitalis untuk mengokohkan penjajahan di negeri Islam termasuk Indonesia. Keberadan ICG di daerah-daerah konflik seperti Papua, Maluku, dan Aceh , menurut Al-Khaththath patut dipertanyakan kepentingannya.

Bukan pertama kali ini ICG melakukan permusuhan terbuka terhadap umat Islam dan menjadi alat kepentingan asing. Sebelumnya Sidney Jones dari ICG dikecam oleh umat Islam karena campur tangannya dalam proses pengadilan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir. Laporan bohong Sidney Jones yang dimuat Koran Tempo Tanggal 12 Desember 2002, mengatakan bahwa Ustad Abu Bakar Ba’asyir terlibat JI. Pengadilan kemudian membuktikan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir tidak terlibat.

Dalam Laporan ICG tanggal 8 Agustus 2002, Sidney Jones membuat satu istilah yang merugikan lembaga pendidikan pesantren Ngruki, di mana dia membuat istilah Ngruki Network di mana seolah-olah mensinyalir banyak alumi Ngruki terlibat tindakan-tindakan terorisme.

Dalam kasus Ahmadiyah , ICG dan LSM-LSM komprador mempunyai kepentingan untuk mengokohkan liberalisasi di Indonesia. Kasus Ahmadiyah ini juga telah dijadikan alat asing untuk mengintervensi Indonesia dengan mengangkat isu pelanggaran HAM. Sebelumnya lewat isu HAM , Barat melakukan intervensi dalam konflik Timor Timur, Aceh, dan Maluku. Tentu saja yang paling sering disalahkan adalah kelompok Islam.

Hubungan ICG dengan kelompok pro Ahmadiyah di Indonesia juga bisa dilihat dari keberadaan Todung Mulya Lubis salah satu dedengkot AKK-BB yang pro Ahmadiyah. Todung sering menjual isu Indonesia dan Timor Timur saat menjadi Wakil Ketua Komisi Investigasi HAM untuk Timor Timur. Hingga kini ia adalah Ketua International Crisis Group (ICG), lembaga pengkaji isu internasional yang analisanya tentang Islam dan Umat Islam sering melenceng dan menyakitkan.

ICG lanjut ustadz al Khaththath tidak menginginkan umat Islam bersatu dengan mengangkat isu Islam garis keras. Penggunaan istilah Islam garis keras dan moderat adalah politik belah bambu untuk kepentingan penjajahan. Tujuannya menimbulkan saling curiga dan konflik horizontal dikalangan umat Islam. Padahal menurutnya Ahmadiyah dicap sesat menyesatkan bukan hanya oleh MUI atau FUI tapi tapi juga ormas Islam terbesar Indonesia seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. ” Laporan ini membuktikan Barat khawatir umat Islam bersatu untuk berjuang bersama-sama mengokohkan aqidah umat dan menegakkan syariah Islam”, tegasnya. (FW/LI).